Jumat, 01 Juni 2012

BUKAN CUMA DI LISAN

Di era yang semakin rawan ini, di penghujung zaman yang beberapa saat lagi akan berakhir ini, dunia kedokteran membuka data kesakitan menunjukkan peningkatan dalam kuantitas, maupun kualitas. Sub dari kedokteran, ialah kedokteran jiwa, juga membuka data dan mengungkapkan bahwa angka kesakitan/gangguan jiwa pun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.
Berbicara mengenai kejiwaan, bagi kita ummat Muslim erat konotasinya dengan mesin penggerak seluruh jasad manusia, yaitu QOLBU.
Kembali ke kasus sakit kejiwaan(selanjutnya kita sebut saja penyakit bathin), juga tak lepas kaitannya dengan penyebab penyakit itu sendiri. Masalah ekonomi, karir, kesempatan kerja, rumahtangga, dan urusan-urusan lain seputar duniawi bukan hanya "masih" tetapi bahkan malah "semakin jelas" menjadi ethiologi utama yang menyebabkan penyakit "maha berat" dan menyesakkan dada itu. Betapa tidak disebut maha berat, karena meski gejala-gejalanya nampak seperti iri, mudah emosi, selalu tidak puas dengan apa yang sudah didapat, selalu ingin diakui oleh orang lain, ingin membalas menyakiti bila disakiti, dan lain-lain, namun sampai sekarang belum ada alat kedokteran secanggih apapun yang mampu mendetaksi keberadaan penyakit tersebut. Sekurang-kurangnya begitulah apabila masalah ini dicerna dan dimaknai oleh ilmiah rasional yang kasat mata.
Namun apabila kita mau kembali kepada hakikat, boleh jadi masalah-masalah duniawi itu bisa dikatakan hanya sekedar kambing hitam, yang dituduh sebagai penyebab munculnya penyakit yang menyebabkan bathin manusia menjadi terkontaminasi dan penuh noda (sunda : kokotor), sementara Qolbu kita sendiri tidak pernah ditengok keberadaan dan kondisinya. Sudahkah kita mengurusnya? apakah kita suka membersihkannya dari kokotor? dengan apa dan bagaimana cara membersihkannya? Sabda Nabi SAW : "Sesungguhnya atas segala sesuatu itu ada pembersihnya, dan pembersih Qolbu ialah Dzikrullah"
Sah-sah saja kalau ada yang menjawab : "Saya sudah dzikir, mengamalkan amalan anu, wiridnya sekian ribu, tapi tetap saja.........selalu ga tenang", ada lagi yang menyatakan " Padahal saya giat ikut ngaji routin, tapi gimana ya?" dan lain-lain.
Itu masih kurang seru.
Ada yang sifatnya ngaku, : "Alhamdulillah saya mah gak pernah bolos ngaji routin, istighitsahan juga selalu ikut lho, tahajud dan duha juga suka dikerjakan".
Fa'lam, subhanallah, itu semua pekerjaan bagus. Tapi dzikir(ingat) itu bukan pekejaan lidah, karena pusat ingatan itu bukan di lidah.
Sekarang mari sedikit lunakkan hati kita, lalu buka kan pintunya, lupakan dulu bahwa kita punya amalan, ilmu, wiridan atau semacamnya, lalu mari kita renungkan beberapa keterangan yang terkait erat dengan Dzikrullah:

"Yaa ayyuhalladziina amanudzkurullaha dzikron katsiro"
 Artinya: "Hai orang yang beriman dzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak"
      Dzikir yang banyak adalah dzikir yang tidak terbatas hitungan puluhan, ratusan atau ribuan hasil dari pegalnya lidah melisankan ayat2 tertentu atau aurad2 tertentu, melainkan aktivnya Qolbu, hidupnya Qolbu mengingat Allah sampai ia terpaku dalam kebersamaan dengan Allah hingga merasa rendah dan hina lah dia di hadapan Allah hingga malu lah ia untuk terlalu banyak menuntut itu-ini kepada Allah.
 Yang ada tinggal lah ketenangan, kekhusuan, rasa syukur yang tak henti-henti,dan keindahan menjalani hari-hari. Sebesar dan seberat apapun masalah, bagi pedzikir yang menjalankan dzikirnya dengan benar sesungguhnya tidak ada hal yang meresahkan hati, karena selamanya hatinya berisi Asma Allah. Memangnya setiap orang bisaka begitu? Insya Allah bisa, dengan melalui Methode tertentu yang dilakukan dengan bimbingan yang Satu orang dalam satu zaman.
Semoga Allah membuka pintu hati kita dan memberikan hidayah serta taufiq-Nya kepada kita, agar amal kita semata-mata lahir dari qolbu yang ikhlash yang mampu membuka/membelah dada(qolbu), (bukan cuma di lisan belaka), yang pada akhirnya membuahkan akhlaqulkarimah dan mendapat ridho-Nya, amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar